Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu



 Ruang ingatan;


Kamu pernah membuka pintu, membuka hati untuk seseorang, tetapi setelah sesuatu datang bersemayam di dalamnya, setelah memberimu luka di dadamu yang lungkrah, setelah seseorang datang hanya untuk mengirim malam yang tak nyeyak di matamu.

Kamu memilih untuk menutupnya rapat-rapat, semacam pintu yang kamu tutup rapat, sangat rapat. tetapi ada saja celah, atau jalan untuk seseorang mengetuknya yang barangkali membuat dadamu berdesir setelah sekian lama.

Kamu bertanya kepadanya selepas membuka pintu kecil untuknya:

Kemana?

“ke suatu tempat yang paling rahasia”

Itu dimana? Tanyamu.

“Di matamu”. Jawabnya pelan sambil mengurungkan niat untuk menatapmu. Kamu membanting dengan tegas lalu menjawabnya. “jangan! ada banyak batu nisan di dalam sana? Disana sesuatu telah lama mati.

Kemudian kamu merasakan ada sesuatu menghisapmu melihat lampau dirimu! Disana kamu menemukan dirimu yang dulu menatap nanar setiap kepergian. Dari wajahmu terlihat jelas peta pahit masalalu, laiknya sirine mobil ambulan yang ditelan oleh pelantaraan pemakaman.

Dari balik jendela diam-diam kamu menatapnya, menatap punggung penolakan. Di dadamu yang rinai gemericik hujan, kamu berguman hal sederhana. Apakah masih hatimu yang mengarahkan langkamu?

Ia telah menjadi rongsokan kapal tua di dasar laut. Hanya akan ku gunakan untuk hal-hal tertentu? Katamu. Barangkali untuk anak-anak yang kehilangan orang tuanya.

Jika ada sesuatu datang memaksa biarlah ia menyelam ke dalamya sendiri. Yang aku mampu hanyalah memperlihatkan peta masalalu di ujung senyumku yang sebenarnya serupa rute pemakaman.


Aku tak mau memberimu harap agar jika kelak kau pulang, masih ada sisa-sisa dirimu tertawa di dalamnya. Bukan seperti aku yang bahkan tak tahu bagaimana tersenyum semringah atau setidaknya senyum yang iklas


Agar kau masih bisah berharap pada waktu yang mengatarkanmu pada sebuah tunggu yang selalu kamu semogakan. Bukan seperti aku yang enggan menatap waktu sebab telah lama aku menganggap waktu selalu bermakna perpisahan.


Sebelum akhirnya kita saling mengakhiri, sebelum akhirnya kita memeluk lampau di larut malam, aku tak mau tenggelam pada sesuatu yang larut. Alangkah baiknya kita belajar untuk meningalkan, untuk mengiklaskan, untuk membenci agar kita tidak saling melupakan, bagiku begitulah makna cinta sebenarnya.


Sebelum akhirnya kita saling mengakhiri, sebaiknya kita saling berkemas untuk mempersiapkan sebuah kepergian. Kamu dengan membawa sisa-sisa diriku barangkali, aku dengan sebagian besar dirimu yang tertanam dalam diriku. Seberapapun kuat manusia Iklas adalah hal yang bisa kita terima sebagai sesuatu yang paling luka, seperti halnya air mata yang tak diundang.


Aku hanya ingin kamu tak seperti diriku yang terbiasa dengan pekat. janganlah kamu beranggapan bahwa aku menghindar darimu. Aku hanya ingin kau tahu malam dan masalalu tentangmu begitu dekat seperti adzan subuh dan waktu siang. 

 


Agustus, 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis

Dari Beng-beng Sampai Peterpan