cerita kecil tentang bumi pajamara



Cerita kecil tentang bumi pajamara

Malam itu cuaca tampak baik langit yang penuh dengan bintang, angin berhenbus dengan seduh sedangnya. Dingin-pun menyelimuti hampir  kesemua cela pada setiap pori-pori pada tubuh, menerobos kulit hingga berhasil masuk kedalam tubuh. Malam itu hanya ada beberapa orang pemuda yang duduk senandung dengan sebatang rokok di tangan kirinya juga tepat di sampingnya terdapat segelas kopi yang tampaknya masih panas, duduk menatap lebtob, beberapa orang lainya sedang asik bercerita sambil sesekali menikmati kopinya masing-masing. terkesan seperti di sebuah warung kopi yang di padati para penikmat kopi,.

Begadang mungkin adalah sesuatu hal yang sudah biasa bagi beberapa pemuda yang tumbuh besar di tanah perantauan kebiasaan nongkrong bersama teman-teman. Sampai larut malam menceritakan hal-hal yang lucu dan juga kisah- kisah masalalu, duduk cerita juga tertawa sambil menatap lapangan kosong pada malam harinya. Rasanya terkesan (mongo-mongo). begitu jika orang ambon menyebutnya. Yah begitulah kesadaran diri karena menatap lapangan kosong, hingga pada suatu ketika entah kenapa? Di tengah kemongo-mongoan yang riuh tiba-tiba melahirkan ide yang malam itu langsung di setujui

Sebuah ide untuk membuat gazebo kecil, di mana nantinya akan menjadi sebuah tempat nongkrong baru lagi tentunya. Ide yang bukan hanya teori semata melainkan membawa sebuah rentetan kegiatan yang lahir dari segelas kopi.  Aku sendiri bahkan sebelumnya tak perna membayangkan sampai sejauh ini sebuah ide yang lahir dari segelas kopi yang pada akhirnya berkembang menjadi sebuah komunitas bernama BUMI PAJAMARA.

Kenapa bernama bumi pajamara?

Jika orang-orang lain di luar sana memberikan sebuah nama pada tempat dengan arti dan juga makna filosofis, maka sama halnya dengan Bumi pajamara. Nama bumi pajamara sendiri sebenarnya lahir dari tengah-tengah keriuhan bunyi hentankan palu dan juga mesin pemotong kayu yang bising pada saat membuat gazebo kecil.

Dari gazebo kecil inilah merambat menjadi taman baca sederhana berawal dari beberapa buku dan pada akhirnya meluas menjadi keseriusan serperti foto di bawa ini.





Bumi pajamara di karunia beberapa orang tua  yang kreatif, bukan hanya dalam meberikan saran atau ide melainkan sebuah tindakan yang melebihi ide itu sendiri. Dan apakah kau tahu ide itu lahir dari candaan sewaktu istrahat sambil sedang menyeruput secangkir kopi. Kalau kau tak percaya coba saja main-main ke bumi pajamara?

Sebenarnya tak ada yang istimewah di bumi pajamara. Namun cukuplah bila hanya untuk membangunkan penasaran dirimu. Mungkin kesadaran juga nantinya. Mungkin?

Namun ada satu hal yang bumi pajamara mesti tegaskan. Bumi pajamara menolak sesuatu yang aneh-aneh, seperti menjelang musim di mana paku yang di tancapkan pada selembar kertas. Meski itu hanyalah salah satu dari sekian banyak kemungkinan tapi tetap saja itu bagian dari pada kemungkinan.

Meski kita semua tahu bahwa pada dasarnya kemungkinan terbagi atas dua bagian. Yaitu? Kemungkinan buruk dan baik.
Tapi apakah kamu pernah berfikir. Bagaima jika kemungkinan buruk masuk menyelinap dan mengendap-ngendap seperti ular masuk berbarengan di antara kerumunan kemungkinan baik.
Bagaiman apakah kamu pernah berfikir seperti itu?
Berfikir kritis seperti itu juga penting. sebab Berfikir seperti itu bukalah pikiran buruk melaikan mengantisipasi diri dari kemungkinan-kemungkinan buruk.
Jika kita mengangap berfikir sepeti itu adalah pikiran buruk, maka kita adalah bagian orang-orang yang apabila keluar rumah tak memakai alas kaki.

lupakan tentang alas kaki itu tidak penting, yang terpenting adalah niat baik kita yang selalu percaya dan yakin bahwa tuhan maha baik. dan yang tidak kalah penting bumi pajamara ada untuk kita dan niat baik itu sendiri.

Meski kadang membuat sesuatu dengan di dasari niat baik selalu tak berjalan dengan mulus. selalu ada suarah-suarah dari dalam hutan yang entah siapa?
Kadang kala kalimat-kalimat dan suara-suara itu apa bila di ingat kembali selalu menjadi sesuatu yang lucu hingga membuat sakit perut karna tertawa yang berlebihan.

Walau begitu kami paham bahwa perjungan tak sebercanda itu.
Sesuatu yang sudah dimulai mesti harus di akhiri. dan sudah menjadi barang tentu akan mendatangkan proses.  Namun kata bertahan dalam proses jauh lebih bercanda lagi jika hanya proses tampa punya tujuan.

Kita mesti ingat bahwa rasa bahagia selalu berjalan beriringan dengan rasa sakit membuat luka lalu berduka. Apalagi dalam perjuangan., dalam perjuangan kita mesti lebih iklas dan mungkin sedikit bodoh amat,. Biar kecantikan dan keindahan tetap lestari dan luka menjadi biasa.
 


.



     

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis

Dari Beng-beng Sampai Peterpan