sebuah muhasabah diri

Pilapuci adalah sebuah kata atau Bahasa daerah pada salah satu suku di pulau buton yang artinya gibah atau membicarakan keburukan orang lain, begitu kira-kira artinya. Namun sengaja saya menamai nama penaku sebagai pilapuci bukan untuk maksud yang buruk terlebih pilapuci hanyalah nama pena yang di dalamnya sebagai ekspresi diri dalam bentuk tulisan.

Memang pilapuci atau gibah atau membicarakan keburukan orang lain, dalam agama pilapuci adalah salah satu perbuatan yang di larang, sebuah perbuatan tercelah dan tentu jika orang melakukannya akan mendapan dosah bahkan juga ganjaran dari sang pencipta.
.
Mungkin benar kata seorang pepatah bahwa mulutmu adalah harimaumu, !

tak jarang beberapa konflik di muka bumi ini di provokasi oleh karna perkataan-perkataan yang keluar dari mulut, entah di sengaja atau tidak, benar atau bohong sesuatu perkataan buruk tetaplah dosah, apalagi sampai menyebabkan konflik antar sesama lantas menyebabkan putusnya tali persaudaraan.

Meski kita tahu bersama bahwa perkataan buruk terhadap orang lain adalah perbuatan yang di larang dalam agama, namun tidak sedikit orang di luar sana biasa saja dalam menanggapi hal ini, bahkan menjadi sebuah kebiasaan masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan.

Saya menulis ini bukan berarti saya adalah seorang agamais. Melaikan hanya bentuk muhasabah diri dalam mengepresikan sesuatu dan berhati-hati dalam hal ini. tidak lebih.

Namun bagaimana jika ini adalah bagian dari isu social dan problem sosial,. !
hari ini alam yang kita cintai ini sedang di landa pandemic corona virus sebuah penyakit yang gampang menular, hingga pemerintah melarang kita untuk keluar dan mengimbaukan kepada kita untuk tetap berada dalam rumah, karenanya bahkan hampir di semua wilayah di Indonesia di lockdown.

Imbauwan untuk tetap dirumah saja dan lockdown mungkin adalah langkah yang tepat untuk memutuskan mata rantai dari virus covid 19 ini, tapi jika imbauwan yang seperti ini di terapkan pada penyakit yang bernama membicarakan keburukan orang lain. Adalah bukan solusi sebab penyakit ini telah terlanjur mendara daging dan menjadi salah satu kebiasaan social. Anehnya penyakit ini di mulai dari orang dewasa hingga menular ke anak-anak yang baru mulai beranjak dewasa. Tapi jangan cemas penyakit ini tidak berpengaruh pada krisis ekonomi.

Tidak berpengaruh pada krisis ekonomi inilah, mengapah tidak begitu penting untuk di cari tahu penawarnya, meski kadang berdampak konflik antar sesama keluarga itu hal yang biasa saja, bahkan sengaja di rawat jika dalam pertemuan-pertemuan non formal.

Kita tahu bersama dampat dari penyakit ini adalah konflik antara sesama dan berpengaruh hilangnya saling tegur sapah sesama manusia. Hal inilah yang membuat kita berhati-hati dalam menggunakan mulut, bahkan terlebih mencermati informasi terlebih dahulu agar tahu duduk perkara dari berbagai sisi, bukan informasi dari mulut ke mulut yang rentan akan hoax, sebuah upaya agar tidak terpapar penyakit nurani juga konflik nantinya,.

Namun jika penyakit nurani ini di biarkan saja berkembang tampah merasah khawatir ini akan beradampat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara dan menyebabkan hilangnya dan runtuhnya jiwa persatuan terutama agama dan kehidupan social di pedesaan.

Sekeli lagi saya mengingatkan bahwa saya menulis ini bukan maksud mengkritik orang lain, melaikan sikap muhasabah terhadap diri sendiri.

Mohon maaf atas berbelit-belitnya penuturanku dalam menulis.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis

Dari Beng-beng Sampai Peterpan