Pandemi, Adikku dan Peristiwa Yang Tak Terduga.

 Pandemi, Adikku dan Peristiwa yang tak terduga.


Sampai dimana kamu mengagumi setiap hal yang bersinggungan dengan dirimu? Hanya pertanyaan sederhana. Tetapi kamu membutuhkan beberapa waktu untuk menjawab itu, aku cukup yakin dengan itu. Pada dasarnya setiap kita punya peristiwa masing-masing dan ketika pertanyaan semisal itu datang. Entah dari mana? Mungkin dari teman atau sahabat atau orang lain yang kebetulan kamu temui di perjalanan. Kita tidak pernah tahu itu tentunya.


Namun bagaiman pun juga kita membutuhkan sedikit waktu untuk menjawab pertanyaan itu, kita di haruskan memilah atau memilih mana yang benar-benar kita kagumi peristiwa itu, atau peristiwa ini, atau bisah jadi kita justru menyenangi peristiwa orang lain. Aku tidak bermaksud membicarakan peristiwa yang berdevinisi buruk-buruk, tentu aku yakin setiap kita menginginkan suatu hal yang baik-baik.


Tetapi jika ada pertanyaan Peristiwa apa yang paling buruk yang pernah kamu alami? Apakah kamu ingin menjawab ini. Tentu kamu akan cenderung menyembunyikan semua itu dari orang lain apalagi si penanya adalah orang yang belum cukup lama kamu kenal. Tetapi aku yakin semua itu masih ada pengecualian sebab setiap orang pasti mempunyai teman curhat. Mungin orang tua, sahabat, teman atau pacar barangkali. Entahlah. 


Aku ingin mulai dengan peristiwa yang paling umum. Yang menurutku tidak layak di sebunyikan tentunya. Seperti yang di alami oleh anak-anak sekolah lebih khususnya anak SMA terutama mereka yang baru saja lulus setelah melewati ujian sekolah tahun ini, atau mungkin tahun-tahun berikutnya. Tetapi entah kenapa tidak ada keceriaan yang tampak di wajah mereka ketika lulus padahal moment itu adalah suatu peristiwa yang perlu di rayakan tentu dengan bahagia, tetapi semua itu benar-benar tidak tampak di wajah mereka, tentu bukan tampa alasan ada sebab-sebab yang membuat semua itu murung dan satu-satunya penyebabnya adalah badai CORONA.


Siapa yang tidak tahu dengan corona bahkan dunia pun sangat membenci penyakit atau virus ini. Terutama yah.. tadi anak-anak SMA itu meraka tidak merasakan masa-masa tiga tahun ketika sekolah SMA kalaupun ada mereka hanya melewati separuhnya saja dan itu sangat ganjil menggantung di benak mereka, suatu hal yang mungkin tidak pernah mereka senangi seumur hidup seperti dendam yang harus di bayar tapi tidak tuntas karena mungikn hanya menjalani separuhnya saja, mereka mungkin akan menghindari cerita pengalaman ketika masa SMA esok lusa nanti. Aku kira aku mulai mencium bauh itu meski bauhnya masih samar-samar.


Aku pernah iseng-iseng bertanya di adiku yang masih sekolah SMA, kira-kira begini isi percakapannya hari itu:


“Kalian masih sekolah kan?” Saya.

“masihlah. Kan corona jadi kita belajarnya online” adikku.

Iyah.. saya tahu tapi selama belajar online ini kalian pernah tidak kesekolah gitu?” saya.

“pernah. Beberapa waktu lalu saya pergi ke sekola bawah kartu keluarga di wali kelas saya” adikku.

“tapi masih tahu wali kelasnya kan”? saya.

“nah itu dia masalahnya” adikku.

“masalah apanya”? saya.


Beberapa hari yang lalu mungkin hari rabu atau kamis aku sudah lupa hari apa ketika itu, Nah. mulailah adikku bercerita mengenai pengalamannya ketika mengantar data kartu keluarga di sekolah. Ketika sesampainya saya di sekolah saya masuk menemui wali kelas di ruang guru pas di dalam kantor para guru-guru salah seorang ibu guru lebih dulu menyapaku dan menayaiku,. Cari siapa dek? Tanya ibu itu kepadaku. Cari ibu enggel bu!. Jawabku. Emang ibu enggel siapamu? Tanya ibu itu kembali. Wali kelas saya ibu? Jawabku kembali. Oh gitu. Kalau begitu tunggu sebentar yah saya tanyakan dulu ibu guru yang adek maksud itu di bapak guru sana sambil menunjuk ke arah meja paling pojok pada salah seorang lelaki paru baya yang sekaligus adalah bapak guru juga. Tampa menunggu lama ibu itu langsung menanyakan orang yang saya cari pada lelaki yang duduk pada bangku di meja paling pojok di ruangan tersebut. Lalu saya melihat lelaki atau orang tua itu menahan tawa tetapi nyaris tertawa lalu berkata saya baruh tahu kalo ada ibu guru yang bernama ibu enggel di sekolah ini. Ucap bapak guru itu denagan ketus. Lantas ibu guru yang katanya ingin menanyakan ibu enggel pada orang tua yang duduk di meja paling pojok itu berbalik dengan menahan tawa. Emang adik lagi perlu apa sama ibu enggel? Tanya ibu itu kepadaku. Mau bawah kartu keluarga saya ibu? Jawabku sopan. Mungkin karena melihatku tampak kasihan akhinya ibu itu mulai berbicara jujur lalu mengatakan kalau saya ini orang yang adik cari itu, sayalah ibu guru yang bernaman ibu enggel itu. Pangkas orang yang ada di depanku itu dengan setengah menahan tawa yang hampir pecah itu. Aku menganguk malu lantas dengan cepat memberikan kartu keluarga itu pada wali kelas saya yang baru saat itu aku ketahui orangnya. Mengucap terimah kasih, lalu berjalan keluar bersama rasa malu dalam diriku. Dalam perjalanan pulan saya memaki sepanjang jalan. F**k.  


Kalu tidak ada corona mungkin saya tidak mengalami hal yang memalukan seperti ini, kataku dalam hati, ucap adikku itu mengisahkan apa yang di alaminya. Saya sebagai kakak mengatakan itulah hasil dari pengalaman sekolah di masa pandemic. Tetapi kami tidak merasakan hal yang berwarna dari masa tigatahun tersebut, ilmu yang di berikan ketika belajar online juga tidak sebarapa yang nyangkut di kepala kami bahkan tidak kami mengerti sama sekali. Tapi kalau boleh jujur bukan itu yang kami sesali justru yang kami sesali adalah masa tiga tahun putih abu-abu yang hanya kami rasakan separuhnya saja dan itu sangat tidak berwarna di kisah remaja kami hasilnya bagi kami dalah warna yang begitu muram. Ucap adikku dengan nada suara yang begitu jengkel.


Tetapi bagaiman pun itulah pengalaman dari peristiwa di hidup kalian. Kalau kata Seno Gumira Ajidarma. Setiap generasi punya peristiwanya masing-masing dan punya lukanya masing-masing. Dan tak perlu menciutkan diri. 



 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis

Dari Beng-beng Sampai Peterpan