Isu Surogasi di Film Mimi




 Isu Surogasi di film yang berjudul “Mimi”


Analogi sederhana untuk bagaimana menggambarkan isu yang menarik ini adalah kamu si empuh pemilik ladang dan mereka pemilik benih juga pupuk datang dengan syarat kesepakatan menanam benihnya di ladangmu, setelah benih itu tumbuh mereka yang akan mengambil hasilnya dan kamu hanya mendapakan upah dari mereka sebagai orang yang sudah menyewakan ladangnya untuk di tanam benih-benih itu.

Hanyalah sekolompok orang-orang yang memulai omong-kosongn-nya dengan mengatakan bahwa uang itu tidak penting. Sunggu janganlah mendengarkan mereka. Mereka itu hanya akan menyusahkanmu di dunia ini. terlepas dari embel-embel bahwa hidup itu fana. Bukankah kenyatan hidup akan terkesan horor jika tidak memiliki uang, percayalah uang di kenyataan berpacu seperti keabadian.

Kita benar-benar egois jika mengatakan bahwa baterei di hpmu mengandung tahayul dan menolak mengatakan kalau sisah baterei yang di hpmu mengalir dari sebuah aliran listrik, yang kita terus bayar tagihannya dengan uang di tiap bulannya. Ah. kenapa saya mengatakan ini, bodoh.

Seperti yang akan saya katakan berikut ini; Surogasi adalah suatu pengaturan atau perjanjian yang mencakup persetujan seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain. Atau contoh senderhanya seperti yang saya awali di atas barusan. Intinya masalah ini kerap bisah di eksekusi kerena adanya manusia lain yang sangat membutuhkan uang sekalipun itu harus menyewakan Rahimnya. Benar kata orang-orang zaman memang semakin edan!!

Mengenai isu ini masih ilegal di Indonesia namun di beberapa tempat di luar negri sudah meperlihatkannya di tengah-tengah mesyarakat, barangkali seperti di belahan dunia yang terbilang liberal seperti di Amerika atau di India misalnya. Penyewaan Rahim atau Sirogasi berharga ratusan juta bahkan sampai miliaran.

Menurut saya pribadi si sutradara berhasil membuat film dengan isu surogasi dengan epik tentu saja di balut dengan alur cerita yang penuh komedi.

Imajinasi manusia yang liar memungkinkan teknologi-teknologi yang super canggih itu bermuculan semakin pesat. Tidak bisah lagi di katakan tidak mungkin bahwa di antara sepasang suami istri bermasalah semacam tidak bisah menghasilkan keturunan, akan tetap tidak memiliki keturunan.

Uang dan imajinasi menjawab itu semua. Istrimu mungkin boleh mandul tetapi jika kau memiliki duit yang lebih maka hasrat ingin memiliki anak tidak boleh mandul, kerena uang menjawab itu semua?

Lewat Surogasi kamu bisah menanam benihmu bahkan memupuknya dengan membayar sang empuhnya ladang atau Rahim. Jika ingin benihmu tetap sehat kamu bisah mengeluarkan uang untuk tunjangan hidupnya selama Sembilan bulan agar kelak benih yang keluar sehat bugar. Selama kesepakatan selalu bersangkutan dengan uang.

Sunggu uang menarikmu dari tidur lelap di malam hari lalu tiba-tiba pagi membuka mata kau berangkat mencarinya lalu sesekali terhenti di kemacetan jalan sambil menyapa polusi yang kian akrab di penciumanmu. Rasanya hal ini tidak perlu lagi jika kamu berkenang dengan penyewaan Rahim Sirogasi.

Rasanya sangat susah mengankat narasi spoiler di ulasan film kali ini, sebab peradaban telah meretas nilai-nilai dari diri kita masing-masing jika kita lengah tidak memikirkannya kembali. Uang atau Teknologi lebih mengenal masing-masing dari kita secarah emosional bahkan melebihi pasangan atau orang terdekat kita. 

Si pembuat film ini berhasil mengankat lalu membantingnya dengan tegas kepada kita lantas ia akan mengatakan bahwa ada yang lebih membutuhkan perhatian dari pada hal ini yang cenderung membuat nalar kita berpenyakitan sehingga melegalkan aktivitas semcam ini.

Orang-orang yang membenarkan praktik Surogasi adalah mereka yang membuat jarak pada masalah yang lebih penting yakni tingginya angka anak-anak tampa orang tua di dunia. Dalam ending film “MIMI” menyebutkan bahwa lebih dari 153 juta anak di dunia menunggu orang tua. Dengan kata lain adalah aktivitas atau praktik Sirogasi adalah tidak bisah di benarkan bahkan bila undang-undang itu sendiri tidak mengaturnya.

Praktik Sirogasi tak lain adalah masalah menyangkut Uang..

Coba saja anda menontonnya dan saksikan bagaimana mimik wajah si empuhnya ladang ketika menerima uang. Tapi jujur film ini cukup menguras emosi, sala-sala bisah turun gerimis. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis

Dari Beng-beng Sampai Peterpan