Dari Beng-beng Sampai Peterpan




 Dari Beng-beng sampai Peterpan


Ini bermula dari ruangan kelas yang bersebelahan langsung dengan kantin sekolah, selalu setiap hari ketika bel jam istirahat itu berbunyi. sebagai penghuni ruangan yang bertetangga dengan kantin sekolah maka adalah hal yang wajar bagi kami ketika menyaksikan gelombang siswa bertumpuk berdesakan di dalam kantin.


         Kami selalu bisah hanya menonton dari pojok kelas kami saja tumpukan siswa atau teman-teman ketika berjajan di tetangga kami itu, mungkin yang sering kami lakukan ketika jam-jam istirahat, tidak tahu mengapa? adalah hal-hal ganjil yaitu membayangkan ada sedos beng-beng jatuh dari langit atau plafon sekolah, kami cuma anak-anak yang hidup dalam ruang imajinasinya sendiri, atau membayangkan menjadi seorang Gubernur suatu hari nanti meski pada akhirnya niat itu kami kubur hidup-hidup dengan tertawa.


          Bukan karena tidak mempunyai uang agar bisah seperti mereka tetapi bagi kami berbelanja di kantin sekolah adalah pekerjaan siswa-siswa yang tidak keren. Tapi itu bukan alasan sebenarnya atau tepatnya itu alasan yang sok belagak, hanya saja kantin tetangga ruangan kami itu tidak menjual rokok, Toh. Bukan hanya itu saja kami selalu di anggap sama penjangga kantin sebagai siswa yang jarang terlihat dalam sekolah. Cap bandel sudah sejak lama bergaris merah di buku-buku absen kelas, alasan itu yang mengantar kami memiliki perasaan tidak percaya diri untuk berjajan di kantin tersebut.


           Aktivitas mabuk-mabukkan kami tunaikan ketika ada di antara teman-teman lain yang mengajak itu pun kerena alasan pertemanan. Kami lebih sering didapati berbelanja makanan ringan seperti beng-beng dan minuman semacam Gofit atau Teh gelas kemudian sengaja tidak mengikuti kelas lalu duduk menikmatinya tidak jauh dari belakan sekolah kami itu! sembari memandang pemandangan kota dari dataran tinggi sekolah kami, juga di temani sebatang rokok tak lupa memutar lagu-lagu Peterpan yang di nyanyikan oleh vokalisnya yang karismatik itu.


          Dunia tawuran atau perkelahian seperti kebanyakan anak-anak SMA laianya atau pun seperti yang ada dalam film-film semacam Dilan 1990 itu, kami tak sanggup menggandrunginya, kerena kami bukan anak-anak motor, suatu kali pernah membawa motor tetapi berakhir dengan nahas dan trauma karena menyenggol polisi yang sedang berkendara dari situ kami sadar bahwa Dilan bukan contoh yang keren buat kami.


kami pecinta kedamaian bahkan jika cekcok antar anak sekolah kami malah acuh tahu dan hanya mendengarnya lewat mulut teman yang terlibat. Bagi kami seharusnya anak mudah seperti apa yang di katakan oleh Snoop Dog dan Wiz Khalifa dalam lagunya ‘Living young and wild and free’.itulah kami soksok-an mendengar lagu dengan Bahasa asing padahal mendapati diri selalu bolos di jam-jam Bahasa Inggris.


            Percaya saja, bahwa konon kami mengagumi peterpan dari sebelum menginjak sekolah dasar. Kata temanku ia menyukai lagu-lagu peterpan karena bapaknya suka mendengarkan lagu-lagu tersebut ketika sore hari sedang bersantai di teras rumah di kampunngnya halamannya dulu, kami sangat suka karena ariel menyanyikan lagu-lagu rindu, sebuah penantian, lirik-liriknya mengawan kadang absrak dengan gembira riah, lagu-lagunya membuat kami membayangkan perjalanan yang jauh dan memang benar lagu-lagunya cocok untuk di dengar saat di perjalanan, telinga kami di temani lagu-lagu tersebut ketika perjalanan ke sekolah bahkan menaiki pagar ketika bolos.


            Hingga suatu hari beng-beng dan Peterpan-lah yang membawah kami akrab hingga sekarang sampai ketika kami mendapati Ariel Noah dan lagu-lagunya saat ini. Bagi kami Noah 2021 sudah jauh lirik-liriknya menurun berbeda dengan peterpan awal-awal 2000an. Ia semacam kehilangan pengaruh puisi-puisi Kahlil Gibran ketika awal-awal membentuk Peterpan. Kami tidak lagi mendapati Bintang di Surga di Noah yang sekarang, padahal lirik semacam itu adalah lirik-lirik yang luar biasa, coba anda bayangkan bagaimana ia bisah membayangkan bintang di surga semantara surga pun ia belum pernah menginjaknya.


           Meski begitu Peterpan tak kehilangan pengagumnya sampai sekarang sejak sebelum berganti nama grub bandnya itu, justru mereka kehilangan beberapa personilnya. Sama halnya dengan kami masih sampai saat ini membicarakan band tersebut jika bertemu dan tentu saja sambil mendengarkan lagu-lagunya yang membuat siapa-pun pasti secara tidak sadar menghetak-hentakkan kaki. Di mulai dengan lagu Aku dan Bintang, kemudian Ada apa denganmu, di tutup dengan Yang terdalam.


           Kami memang hanya seorang anak SMA yang suka mendengarkan music saja, kami tak berani berfikir seperti Kurt Cobain ketika masa mudanya yang suka mendengarkan lagu-lagu The beatles yang konon pada akhinya membawahnya membentuk grup band Nirvana dan menjadi legendaris seperti pengagumnya yakni John Lennon. 


            Sunggu kami hanyalah anak-anak yang mengaku diri bandel dan tak mempunyai bakat apa-apa soal dunia music bahkan alat music semacam gitar pun kami hanya tahu kunci-kunci dasarnya saja yang apabila kami mainkan hanya akan merusak suasana, apalagi suara kami hanya jauh lebih pantas untuk di pakai meneriaki anjing..

                                                        

                                              ****


#

Sosok Beng-beng memang tidak kuat karena ia adalah makanan ringan

Peterpan adalah grub band yang sangat keterlaluan jika anda tidak mengetahuinya.


(😊,




 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ia Mengirim Malam Yang Tak Nyenyak Di Dadamu

Sedikit Tentang Buku Manusia Indonesia, Karya Mocthar Lubis